3 Upacara Adat di Sulawesi Tenggara yang Berkaitan dengan Fenomena Alam

1962
3 Upacara Adat di Sulawesi Tenggara yang Berkaitan dengan Fenomena Alam
3 Upacara Adat di Sulawesi Tenggara yang Berkaitan dengan Fenomena Alam

LENSATENGGARA.COMUpacara adat di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang berkaitan dengan peristiwa alam merupakan bagian integral dari budaya masyarakat setempat. Keberlangsungan upacara adat ini menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat tradisional dalam menjaga kelangsungan hidup mereka.

Di Sultra, terdapat banyak upacara adat tradisional yang berkaitan dengan fenomena alam. Tiga jenis upacara adat tradisional Sultra yang terkait dengan fenomena alam, yang dikutip dari zonasultra.id

Upacara Adat di Sulawesi Tenggara yang Berkaitan dengan Fenomena Alam
  1. Upacara Posobhaghoo Motonuno

    Secara etimologi, kata “Posobhaghoo Motonuno” terdiri dari dua kata, yaitu “posobhaghoo” dan “motonuno.” Kata “posobhaghoo” berasal dari kata dasar “sobho,” yang berarti mencampurkan. Sementara itu, “motonuno” berarti yang hancur atau longsor, dan juga menjadi nama sebuah danau kecil di Muna.

    Upacara ini melibatkan sebuah danau yang memiliki batu yang dikenal sebagai batu “wamata.” Upacara Posobhaghoo Motonuno melibatkan pencampuran air danau Motonuno dengan air dari danau Wulamoni. Menurut kepercayaan masyarakat Muna, upacara ini berkaitan dengan perkawinan antara perempuan bernama Wamata dengan laki-laki bernama Wulamoni atau Latumondu. Upacara ini diyakini membawa hujan lebat.

  2. Upacara Adat Okanda

    “Okanda” bermakna gendang. Upacara adat Okanda adalah ritual tradisional yang dilakukan oleh suku Tolaki di Desa Benua dan sekitarnya setiap tahun menjelang pembukaan ladang baru, biasanya pada bulan September.

    Upacara ini melibatkan serangkaian kegiatan, termasuk tarian lulo nggada, seni suara moanggo, dan permainan rakyat, yang dilakukan oleh para pemuda dan pemudi. Ritual dimulai dengan penurunan gendang Okanda dari rumah adat, diikuti oleh upacara mendoakan negeri dan mendoakan gendang. Selain itu, ada upacara korban yang melibatkan anjing dan ayam putih.

    Ritual ini juga mencakup pemasangan papan pertama pada perahu, diikuti oleh penurunan makanan dari rumah panggung untuk upacara Okanda. Semua ini disertai oleh tarian rakyat seperti lulo ngganda, umoara, dan pencak silat.

  3. Upacara Paduai Bido

    Upacara Paduai Bido Ma Baeasin merupakan upacara penurunan perahu ke laut yang dilakukan oleh masyarakat Bajo. Upacara ini memiliki beberapa tahap, termasuk memanggil dukun perahu, pemasangan papan pertama di lunas perahu, pemasangan tiang perahu, dan penurunan perahu ke laut.

    Upacara ini bertujuan untuk memohon perlindungan kepada dewa laut dan makhluk halus, serta memohon keselamatan dalam melaut untuk mencari nafkah. Upacara juga mencakup pengorbanan hewan dan sajian sebagai tanda kehormatan kepada dewa-dewa dan arwah nenek moyang, serta sebagai perwujudan kepercayaan lama dan rasa kekeluargaan dalam masyarakat Bajo.

Sumber :
https://zonasultra.id/3-upacara-adat-sultra-yang-berkaitan-dengan-fenomena-alam.html